4 April 2014 pukul 23:28
-------------------------------
"Lagi-lagi hujan..." gerutu gadis bermata bening itu. Sudah lebih dari 2 jam dia berada di halte ini. Namun tak ada satupun bus yang lewat.

Kini sambil menyelonjorkan kakinya yang letih, jemarinya sibuk mengutak-atik gadget putih berlayar lebar itu. Terlihat sibuk dengan dunianya sendiri.

"Hey, kalo jalan itu pakai mata dong..." sungutnya kesal. Pemuda bermanik mata hitam yang tanpa sengaja menendang kakinya itu seakan tak peduli dengan kekesalan gadis itu.

Gadis itu bertambah kesal, karena melihat pemuda itu seperti tak ada niat untuk meminta maaf. Untung saja ini tempat umum, sehingga dia tak harus bersusah payah mengeluarkan amarahnya pada pemuda itu.

"Apa kau suka hujan?" tiba-tiba sebuah pertanyaan terdengar di telinga gadis bermata bening itu.

"Yang bertanya tadi itu, kamu?" tunjuknya pada pemuda itu, yang ternyata kini tengah menatapnya, entah sejak kapan.

"Menurutmu? Apa kau kira, bangku ini yang bertanya? Bodoh..." jawab pemuda itu.

"Apa kamu bilang? Hey, aku bukan orang bodoh. Jaga ucapanmu..." gadis itu bangun dari duduknya, sembari menatap sangar lawan bicaranya.

"Ah, maafkan aku. Sudahlah, jangan menatapku dengan tatapan mengerikan seperti itu..." pemuda itu beranjak dari duduknya, menadahkan tangannya dibawah guyuran hujan.

"Kamu..." gadis itu benar-benar marah. Tangannya sudah terkepal. Tapi tiba-tiba pemuda itu berkata,

"Kau sangat menyukai hujan, bukan? Bahkan kau rela hujan-hujanan hanya untuk bermain bersamanya. Kau sangat menyukai hujan, apalagi jika kau bersamanya, dan karena hujan kau bertemu dengannya..." pemuda itu berhenti sejenak, kemudian memalingkan wajahnya untuk menatap gadis itu, yang kini mematung.

"Bagaimana dia tahu? Tak ada yang tahu tentang aku dan hujan, selain orang itu..." gadis itu membatin.

"Tapi, ternyata, hujan juga yang memisahkan kalian, sehingga sekarang kau benci hujan. Bukan begitu, Miss Rain..." pemuda itu tersenyum.

"Bagaimana dia tahu pangilan itu? Hanya orang itu yang memanggilnya dengan panggilan itu, apa mungkin...?" lagi-lagi gadis itu membatin.

Pemuda itu melanjutkan,
"Dan kita kembali dipertemukan oleh hujan, Miss Rain, Viola..." pemuda bernama Mozart itupun tersenyum manis melihat keterkejutan Viola.

"Kamu kembali, Mozart?" Viola pun tersenyum manis menatap pemuda yang dulu pernah menghilang dari hidupnya.

Dan hujanpun kembali menjadi saksi mereka. Saksi yang menyejukkan dahaganya kerinduan.

=====
FIN...
#gaje nian..wkwkk :D
by:


1 April 2014 pukul 14:37
 -----------------------------------
Deru petir sudah lama terdengar. Kilauan kilat pun sudah lama terlihat. Tapi dia tetap tak bergeming. Bahkan, dia seakan tak peduli dengan tetesan air yang sejak tadi menyentuh tubuhnya, yang semakin lama semakin bertambah deras.

"Fla, kapan kamu kembali?" ujarnya lirih.

Fla, perempuan yang sejak tadi menatap lelakinya itu dari kejauhan, tak kuasa menahan air matanya. Andai saat ini dan seterusnya dia bisa menyentuh lelakinya itu, dia ingin membawa lelakinya itu menjauh dari situasi ini. Situasi yang akan membahayakan jiwa lelakinya yang nekat itu.

"Fla, kembalilah. Aku ga akan ngebuat kamu kecewa. Aku bakal hilangin sifatku yang ga kamu suka. Dan aku berjanji, aku bakal nerusin harapan kamu. Tapi berjanjilah pada ku, kamu akan kembali dan ga akan ninggalin aku lagi. Berjanjilah, Fla, berjanjilah..." jerit lelaki itu lemah.

"Noel, aku ga bisa, dan ga akan pernah bisa bersamamu lagi..." perempuan itu pun perlahan menghilang bersama kilatan cahaya di mendung pagi itu.

-FIN-
#Gaje banget...hahaaa
by:

19 Maret 2014 pukul 20:18
--------------------------------
"Rain, apa lagi yang kamu lakukan disana?" lagi-lagi pertanyaan itu, aku sudah muak mendengarnya. Tak bisakah sekali saja dia membiarkanku. Aku hanya ingin menikmati tetesan ini sendiri.

"Sebenarnya apa maumu, haah? Tak bisakah kau menjauh dariku?" aku sudah tak tahan, mau
tak mau aku harus menyuruhnya menjauh, agar aku tak lagi mendengar pertanyaannya.

"Rain, aku hany..."

"Pergilah, Reina. Aku ingin kau menghilang dari hadapanku." aku benar-benar marah sekarang, padahal dia belum sempat menyelesaikan kata-katanya. Masa bodoh.

"Baiklah, kalau itu maumu. Aku pergi. Jaga dirimu. Selamat tinggal, Rain.." ucapnya lirih tanpa ekspresi.

Diapun pergi seiring bertambahnya tetesan itu.

"Seharusnya aku yang mengatakan kalimat itu. Maafkan aku, Reina. Aku hanya tak ingin melihatmu menangis ketika aku pergi untuk selamanya. Maafkan aku, Reina..."

"Rain, aku tahu kenapa kamu mengusirku. Kamu hanya tak ingin melihatku bersedih. Sebenarnya, aku ingin memberitahumu, bahwa waktuku sudah tidak lama lagi. Aku juga akan pergi untuk selamanya. Maafkan aku, Rain..."

Dan tetesan itu semakin bertambah. Kian deras. Menimbulkan suara gaduh di rumah sakit itu. Sehingga tak ada yang tahu, bahwa dua insan yang saling mencinta dalam diam itu, telah kembali kepada Pencipta-nya.

oooOoooOooo

Cerita gaje... :D
by: